Tradisi Kupatan – Masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, seperti di pesisir utara, kerap menjalankan tradisi yang dikenal sebagai kupatan pada malam nisfu sya’ban. Pada tahun ini, perayaan ini diperingati pada tanggal 24 Februari 2024. Tradisi ini dipercaya telah ada sejak zaman para wali, di mana salah satu tokoh penting dalam pengembangannya adalah Raden Mas Sahid, lebih dikenal sebagai Sunan Kalijaga.
Tradisi kupatan ini membawa makna yang dalam, dengan istilah “ngaku lepat” yang berasal dari bahasa Jawa, merujuk kepada pengakuan atas kesalahan yang telah dilakukan. Kupatan bukan hanya sekadar acara kuliner, tetapi juga sebuah simbol pengakuan dosa serta harapan untuk mendapatkan ampunan dari Yang Maha Kuasa.
Makna dalam Tradisi Kupatan
Kupatan memiliki makna yang kaya dan simbolis, dengan ketupat sebagai pusat perhatian. Ketupat yang terbuat dari daun janur diartikan sebagai Ja’a Nur, yang dapat berarti datangnya pertolongan dari Allah. Secara visual, ketupat yang memiliki empat atau enam sisi membawa filosofi yang mendalam. Sisi-sisi tersebut melambangkan perjuangan empat sahabat Nabi, yang dikenal dengan sebutan khulafaur rasyidin, sementara yang enam sisi melambangkan enam rukun iman.
Sebagai pelengkap, terdapat hidangan lain seperti lontong dan lepet yang juga dihidangkan. Lontong melambangkan kekosongan, sedangkan lepet menunjukkan kekuatan iman. Hal ini menggambarkan perjalanan spiritual di mana seseorang awalnya mungkin merasa hampa, tetapi setelah menerima iman, ia dipenuhi dan diperkuat. Dengan makna tersebut, lepet berfungsi untuk mengikat kekuatan iman seseorang agar tetap kokoh.
Implementasi Tradisi dalam Kehidupan Sehari-hari
Pelaksanaan tradisi ini umumnya dilakukan di masjid atau mushola terdekat, di mana masyarakat berkumpul. Acara ini bisa dimulai setelah sholat maghrib atau isya’, diakhiri dengan doa bersama dan menikmati ketupat sambil bercengkerama. Sisa makanan tak jarang dibawa pulang sebagai tanda berbagi berkah dengan keluarga. Kegiatan ini menonjolkan nilai kebersamaan dan kekeluargaan yang kuat, dengan setiap orang diajak untuk merasakan kedamaian dan kehangatan dalam komunitas.
Nisfu Sya’ban sendiri memiliki makna penting dalam Islam, di mana catatan amal manusia dilaporkan kepada Allah SWT. Di malam ini dibuka 300 pintu rahmat dan ampunan, memberi kesempatan bagi setiap individu untuk merenungkan diri dan memohon ampunan. Sehingga, tradisi kupatan tak hanya sekadar makan-makan, tetapi juga sebuah perenungan spiritual yang mendalam.
Dengan menjalankan tradisi ini, kita tidak hanya mengakui kesalahan, tetapi juga berkomitmen untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Masyarakat diajak untuk merenungkan perjalanan hidup mereka dan memperbaharui niat serta iman mereka, menjadikan tradisi ini sebagai pengingat akan pentingnya introspeksi diri dan pengharapan akan rahmat Tuhan.