Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) untuk tahun 2025 di sebuah daerah di Indonesia mengalami perubahan signifikan akibat kebijakan efisiensi anggaran dari pemerintah pusat. Kebijakan ini mendorong revisi target yang sebelumnya cukup ambisius menjadi lebih realistis, yang tentunya memengaruhi banyak pihak terkait.
Awalnya, target untuk menyelesaikan pendaftaran sebanyak 25 ribu bidang tanah yang tersebar di 28 desa menjadi salah satu proyek besar yang sangat dinanti-nantikan. Namun, dengan adanya pemangkasan anggaran yang dilaksanakan pada Februari lalu, target tersebut direvisi menjadi hanya 2.500 sertipikat hak atas tanah (SHAT). Ini menciptakan kekhawatiran dan kekecewaan di kalangan masyarakat yang sebelumnya telah bersiap-siap untuk mengikuti proses tersebut.
Perubahan Target dalam Pendaftaran Tanah
Perubahan yang mendadak ini tidak hanya berdampak terhadap jumlah pembuatan SHAT, tetapi juga pada tata cara pelaksanaan program. Meskipun lokasi pendaftaran telah ditentukan, sosialisasi telah dilakukan, dan petugas telah disumpah, pelaksanaan tahun ini menghadapi tantangan yang tidak sederhana. Hal ini disampaikan oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) di wilayah tersebut.
Dalam situasi ini, penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa perubahan tersebut bukan semata-mata dapat dihindari. Menurut Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran BPN, tentu ada ketidakpuasan dari masyarakat, terutama mereka yang telah mengeluarkan anggaran untuk persiapan program. Revisi ini sekaligus menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana cara meminimalkan dampak negatif bagi desa-desa yang terlibat?
Strategi Baru untuk Memastikan Keberlanjutan Program
Salah satu alternatif yang disarankan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan meminta pemerintah daerah untuk berkolaborasi dalam mencari dana pendamping. Melalui pengajuan permohonan kepada BPN, desa-desa yang terdampak diharapkan bisa mendapatkan bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Ini menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa proyek pendaftaran tanah tetap berjalan meskipun dengan anggaran terbatas.
Walaupun begitu, fokus pada 2.500 SHAT yang baru ini juga dihadapkan pada kendala yang harus dihadapi, seperti adanya sengketa tanah yang masih berlangsung, status warisan yang belum teratasi, serta pemilik tanah yang berada di luar daerah. Dengan berbagai tantangan ini, pelaksanaan pendaftaran tanah bukanlah langkah mudah—namun dengan strategi yang tepat, harapan untuk keberhasilan program ini masih bisa diwujudkan.
Keempat belas desa yang terlibat dalam program pendaftaran tanah tahun ini harus berdiskusi dan berkolaborasi untuk mencari solusi berupa penyelesaian sengketa dan memastikan bahwa semua pemilik tanah dapat hadir. Komunikasi yang efektif akan sangat membantu untuk meringankan proses pendaftaran yang lebih kompleks ini. Dengan hal ini, diharapkan masyarakat dapat memahami pentingnya kehadiran mereka dalam menyelesaikan masalah yang ada.