www.terasfakta.id – Seorang perempuan yang mengalami gangguan mental ditemukan meninggal dunia di Rumah Perlindungan Sosial pada Jumat pagi (11/4/2025). Kejadian ini menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi dalam sistem perlindungan bagi penyandang disabilitas mental.
Korban yang tidak diketahui identitasnya ditemukan dalam keadaan tidak sadarkan diri oleh petugas yang hendak memberikan sarapan. Penemuan ini memunculkan berbagai pertanyaan tentang bagaimana perawatan dan penanganan orang dengan gangguan jiwa dilakukan di fasilitas sosial.
Kondisi dan Penemuan Korban
Perempuan tersebut, yang diperkirakan berusia sekitar 60 tahun, ditemukan di dalam rumah perlindungan sehari setelah dia dikirim ke sana. Dalam penyampaian informasi, diketahui bahwa korban awalnya ditemukan di wilayah Kecamatan Rengel dalam keadaan terlantar. Penyerahan ini dilakukan oleh tim gabungan yang terdiri dari berbagai petugas, termasuk pendamping penyandang disabilitas mental dan tenaga medis dari puskesmas lokal.
Hasil pemeriksaan awal dari Puskesmas Rengel menunjukkan bahwa korban dalam keadaan lemas tanpa tanda-tanda penyakit serius. Namun, penyelidikan lebih lanjut diperlukan untuk memahami kondisi kesehatannya secara mendetail. Statistik menunjukkan bahwa banyak penyandang disabilitas mental tidak menerima perawatan yang layak, sering kali karena keterbatasan sumber daya di lembaga yang mengurus mereka.
Strategi Penanganan dan Kebijakan Sosial
Kepala Dinas Sosial mengemukakan bahwa dalam laporan awal, terdapat kesalahan dalam identifikasi gender korban. Hal ini menambah kompleksitas dalam penanganan kasus-kasus serupa di masa depan. Dalam hal ini, akurasi informasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap individu mendapatkan perawatan yang tepat dan sesuai. Dalam hal ini, alokasi dana juga menjadi isu krusial.
Dengan anggaran yang terbatas, rumah perlindungan hanya dapat menyediakan kebutuhan dasar untuk penghuninya. Tidak ada alokasi yang cukup untuk pemeriksaan kesehatan rutin, yang dapat menjadi penyebab kematian mendadak seperti yang terjadi pada korban. Pihak puskesmas hanya menyampaikan berita acara penyerahan tanpa rincian pemeriksaan yang komprehensif, yang seharusnya menjadi langka untuk menghormati kesehatan individu yang membutuhkan perhatian. Langkah-langkah pencegahan harus dipikirkan untuk menghindari kasus serupa terjadi di kemudian hari.
Sebagai penutup, kejadian ini menunjukkan perlunya perbaikan dalam sistem perlindungan sosial bagi penyandang disabilitas mental. Dalam situasi di mana individu membutuhkan lebih banyak dukungan dan perhatian, semua pihak yang terlibat harus meningkatkan kerjasama serta oriented towards mental health dapat meningkatkan kualitas perawatan yang mereka terima. Semoga langkah-langkah proaktif selanjutnya dapat mencegah terjadinya tragedi serupa.