Kasus penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) subsidi kembali mencuat setelah penangkapan dua pelaku di Jatirogo. Penangkapan ini dilakukan oleh jajaran Satreskrim pada Kamis, 6 Maret 2025, di sebuah lahan kosong di Desa Sugihan, Kecamatan Jatirogo. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya masalah penyalahgunaan BBM subsidi yang selalu menjadi perhatian di masyarakat.
Menurut informasi yang dihimpun, modifikasi dan praktik ilegal telah meresahkan banyak pihak, terutama pemerintah yang berusaha menyalurkan subsidi kepada masyarakat yang berhak. Penangkapan ini melibatkan dua orang pelaku, salah satunya adalah Mulyono, seorang sopir berusia 31 tahun, yang berasal dari Dusun Krajan, Desa Sugihan. Satu pelaku lainnya, Nanang, masih dalam daftar pencarian orang (DPO).
Penjelasan Modus Operandi Penyalahgunaan BBM Subsidi
Modus yang diterapkan oleh pelaku sangat menarik perhatian. Menurut keterangan Kapolres, AKBP Oskar Samsyudin, pelaku menggunakan orang suruhan untuk membeli BBM subsidi. Mereka memanfaatkan surat rekomendasi dari desa untuk membeli solar di SPBU Jatirogo menggunakan sepeda motor yang telah dimodifikasi. Setelah BBM terkumpul, mereka menyimpannya di lahan kosong sebelum dipindahkan ke truk untuk dijual ke luar daerah, khususnya Jawa Tengah.
Praktik ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berdampak negatif pada pasokan BBM untuk masyarakat yang membutuhkan. Dengan cara ini, selisih harga mencapai dua ribu per liter, menunjukkan betapa menguntungkannya tindakan ilegal tersebut bagi pelaku, namun sangat merugikan bagi masyarakat luas.
Dampak Serta Langkah Tindak Lanjut Atas Kasus Penyalahgunaan BBM
Dalam kasus ini, barang bukti yang berhasil diamankan mencakup satu unit truk Mitsubishi, 4 tangki ukuran 1000 liter berisi solar subsidi sebanyak 3,5 ton, serta berbagai alat yang digunakan dalam praktik ilegal tersebut. Ini menegaskan bahwa penyalahgunaan BBM subsidi bukan sekadar tindakan sporadis, tetapi telah menjadi jaringan yang lebih besar. Proses penyelidikan yang lebih mendalam perlu dilakukan untuk menangkap pelaku DPO dan mengungkap jaringan yang lebih luas.
Jajaran Satreskrim berencana melakukan tindakan lebih lanjut, termasuk pemeriksaan terhadap tersangka serta berkoordinasi dengan Kejaksaan. Upaya ini penting demi menutup peluang pelaku lain dan memberi efek jera. Ancaman hukum yang berlaku, yakni maksimal lima tahun penjara, diharapkan dapat menjadi deterrent bagi tindakan serupa di masa depan.(fah)