Program pembinaan siswa bermasalah yang diinisiasi oleh pemerintah setempat menjadi sorotan publik, baik di media sosial maupun media mainstream. Inisiatif yang dikenal sebagai “Program Siswa Nakal” ini rencananya akan melibatkan institusi militer sebagai tempat pembinaan bagi siswa yang dinilai berperilaku menyimpang atau tidak disiplin.
Menteri Hak Asasi Manusia mengomentari program tersebut dengan memberikan dukungan, sejauh hasil uji coba awalnya menunjukkan dampak positif. Jika program ini terbukti efektif, pemerintah pusat akan mendorong penerapannya secara lebih luas.
Dukungan dan Skeptisisme terhadap Penyelesaian Masalah Remaja
Dalam pernyataannya, seorang pejabat menyatakan bahwa jika uji coba pertama ini berhasil dan hasilnya positif, mereka akan meminta pihak terkait untuk segera mengeluarkan peraturan yang memungkinkan program ini dijalankan secara masif di seluruh Indonesia. Hal ini menunjukkan adanya harapan untuk mengatasi permasalahan remaja yang semakin kompleks.
Namun, tidak semua daerah menyambut gagasan ini dengan antusias. Seorang kepala daerah menanggapi bahwa pendekatan militer bukanlah satu-satunya solusi untuk membina siswa yang bermasalah. Menurutnya, pendekatan berbasis nilai-nilai keagamaan dan kearifan lokal memiliki kapasitas yang lebih untuk mengatasi permasalahan anak-anak dan remaja.
Pendekatan Alternatif dalam Pembinaan Siswa
Pentingnya lembaga keagamaan dan tokoh masyarakat dalam pembentukan karakter anak dinyatakan secara tegas. Pendekatan religius dan kekeluargaan dinilai jauh lebih efektif dibandingkan menciptakan kebijakan baru yang belum tentu sesuai dengan kultur setempat. Dengan memanfaatkan lembaga dan tokoh yang sudah ada, diharapkan pembinaan dapat dilakukan dengan lebih alami dan mendalam.
Pernyataan dari pihak berwenang mencerminkan adanya perbedaan pendekatan dalam menangani kenakalan remaja di berbagai daerah. Sementara pendekatan berbasis kedisiplinan militer mungkin dianggap cocok untuk beberapa tempat, pendekatan kultural dan religius lebih sesuai dengan karakteristik masyarakat lokal. Dalam konteks ini, perdebatan mengenai metode terbaik untuk membina siswa yang bermasalah terus berlanjut, menciptakan ruang diskusi yang menarik untuk potensi perbaikan di masa mendatang.