Dalam eratnya persaingan dunia pariwisata, keberadaan taman kota dan ruang terbuka hijau (RTH) kian diminati, sementara wisata desa seperti Sendang Asmoro dalam ancaman kehilangan pengunjung. Inovasi terbaru dalam pembangunan infrastruktur oleh pemerintah dapat dikatakan sebagai dua sisi mata uang: menarik bagi masyarakat tetapi mempersulit keberlangsungan wisata lokal yang dikelola oleh kelompok masyarakat.
Sejumlah taman modern seperti Taman Abhirama dan Alun-Alun Kota kini menjadi daya tarik utama. Fasilitas yang ramah anak, bersih, dan terletak strategis membuat taman-taman ini sangat populer, namun kehadirannya berdampak negatif pada destinasi wisata desa yang telah lama berjuang untuk tetap bertahan.
Keberhasilan dan Tantangan Wisata Desa
Sendang Asmoro di Desa Ngino, dahulu menjadi primadona dengan ribuan pengunjung setiap hari, kini sepi pengunjung. Ketua kelompok sadar wisata (Pokdarwis), Hartomo, menceritakan penurunan drastis dalam pendapatan, dari ratusan juta menjadi jauh di bawah itu. Dulu, pengunjung datang dari jauh untuk menikmati keindahan alam. Sekarang, hanya suara air dan burung yang bisa didengar. Apa yang terjadi? Pengunjung memilih taman kota karena akses yang mudah dan tanpa biaya.
Menurut Hartomo, kehadiran taman kota yang megah sebenarnya mengurangi minat orang untuk mengunjungi Sendang Asmoro. “Kami tidak bisa menyalahkan orang-orang, tetapi kami berharap pemerintah memberikan dukungan lebih untuk wisata desa,” ungkapnya. Insight yang diberikan Hartomo tersebut membuka perspektif baru tentang bagaimana kita melihat pembangunan infrastruktur dan efeknya pada masyarakat.
Memahami Efek Pembangunan pada Pariwisata Lokal
Selain keputusan individu, faktor cuaca dan kondisi ekonomi masyarakat juga memengaruhi angka kunjungan. Ketua Paguyuban Pokdarwis Tuban, Multazam, mencatat bahwa penurunan kunjungan wisatawan bisa mencapai 60 persen dalam enam bulan terakhir. “Kami tidak hanya bertarung melawan taman gratis, tetapi juga tantangan lain yang bersifat eksternal,” katanya. Kesehatan ekonomi masyarakat menjadi salah satu aspek yang harus dicermati dalam analisis ini.
Di sisi lain, Sinta, seorang pengunjung taman kota, merasakan perbedaan signifikan antara fasilitas taman kota dan tempat wisata desa. Ia menganggap taman kota lebih baik dalam hal kebersihan dan fasilitas. Namun, banyak yang menganggap kualitas pengelolaan tempat wisata desa masih lebih unggul dibandingkan taman kota, menunjukkan bahwa ada ruang untuk pengembangan yang lebih baik dalam hal perawatan dan fasilitas di sektor publik.
Masyarakat mulai memberi penilaian kritis terhadap pengelolaan. Ada pendapat bahwa taman kota yang dikelola pemerintah tidak terawat dibandingkan dengan yang dikelola swasta atau masyarakat. Hal ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana cara pemerintah dapat belajar dari praktek terbaik di sektor swasta untuk meningkatkan pengalaman kunjungan wisatawan?
Meski kebangkitan taman kota memberikan wajah baru pada pariwisata, pernyataan Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Tuban, Muhammad Emawan Putra, menjelaskan niat pemerintah untuk tidak bersaing dengan destinasi wisata desa. Upaya kolaborasi antara berbagai pihak dalam pengembangan pariwisata menjadi fokus yang dinantikannya. Kesepakatan untuk bertemu dan berdialog dengan Pokdarwis dapat dianggap sebagai tanda positif untuk arah strategis yang lebih baik.
Penyampaian harapan untuk memperkuat wisata lokal yang menjadi akar budaya tetap perlu diperkuat. Dengan pendekatan yang lebih mudah dijangkau untuk semua pihak yang terlibat, baik pemerintah dan pelaku wisata lainnya, kita bisa berharap wisata desa akan kembali bersinar. Ini bukan hanya tentang dukungan dana, tetapi juga mendorong strategi yang mendukung masyarakat lokal dan meningkatkan kualitas pengalaman wisatawan.
Dengan begitu, harapan bagi destinasi seperti Sendang Asmoro adalah bukan hanya untuk bertahan, tetapi juga untuk berkembang dan maju ke arah yang lebih baik, menjaga nilai-nilai budaya lokal dan menciptakan keterikatan emosi yang lebih dalam dengan pengunjung. Hartomo, dengan penuh optimisme, menegaskan, “Kami tidak meminta kemudahan, cukup jangan lupakan kami.”